Sejarah Sisingaan
Sisingaan atau Gotong
Singa (sebutan lainnya Odong-odong) merupakan salah satu jenis seni
pertunjukan rakyat Jawa Barat,
khas Subang (di samping seni lainnya seperti Bajidoran
dan Genjring
Bonyok) berupa keterampilan memainkan tandu berisi boneka singa (Sunda: sisingaan, singa tiruan)
berpenunggang.
Sejarah & perkembangan
Terdapat beberapa keterangan
tentang asal usul Sisingaan ini, di antaranya bahwa Sisingaan memiliki hubungan
dengan bentuk perlawanan rakyat terhadap penjajah lewat binatang Singa kembar
(Singa kembar lambang penjajah Belanda), yang pada waktu itu hanya punya sisa
waktu luang dua hari dalam seminggu. Keterangan lain dikaitkan dengan semangat
menampilkan jenis kesenian di Anjungan Jawa Barat sekitar tahun 70-an, ketika
Bupati Subang dipegang oleh Pak Atju. Pada waktu itu RAF
(Rachmatulah Ading Affandi) yang juga tengah berdinas di Subang,
karena ia dikenal sebagai seniman dan budayawan dimintakan kitanya. Dalam
prosesnya itu, akhirnya ditampilkanlah Gotong Singa atau Sisingaan yang dalam
bentuknya masih sederhana, termasuk musik pengiringnya dan kostum penari
pengusung Sisingaan. Ternyata sambutannya sangat luar biasa, sejak itu
Sisingaan menjadi dikenal masyarakat.
Dalam perkembangan bentuknya
Sisingaan, dari bentuk Singa Kembar yang sederhana, semakin lama disempurnakan,
baik bahan maupun rupanya, semakin gagah dan menarik. Demikian juga para
pengusung Sisingaan, kostumnya semakin dibuat glamour dengan warna-warna
kontras dan menyolok.. Demikian pula dengan penataan gerak tarinya dari hari ke
hari semakin ditata dan disempurnakan. Juga musik pengiringnya, sudah
ditambahkan dengan berbagai perkusi lain, seperti bedug, genjring dll. Begitu
juga dengan lagu-lagunya, lagu-lagu dangdut popular sekarang menjadi dominan.
Dalam beberapa festival Helaran Sisingaan selalu menjadi unggulan, masyarakat
semakin menyukainya, karena itu perkembangannya sangat pesat.
Dewasa ini, di Subang saja
diperkirakan ada 200 grup Sisingaan yang tersebar di setiap desa, oleh karena
itu Festival Sisingaan Kabupaten Subang yang diselenggarakan setiap tahunnya,
merupakan jawaban konkrit dari antusiasme masyarakat Subang. Karena bagi
pemenang, diberi peluang mengisi acara di tingkat regional, nasional, bahkan
internasional. Penyebaran Sisingaan sangat cepat, dibeberapa daerah di luar Subang,
seperti Sumedang, Kabupaten Bandung, Purwakarta, dll, Sisingaan menjadi salah
satu jenis pertunjukan rakyat yang disukai, terutama dalam acara-acara khitanan
dan perkawinan. Sebagai seni helaran yang unggul, Sisingaan dikemas sedemikian
rupa dengan penambahan pelbagai atraksi, misalnya yang paling menonjol adalah
Jajangkungan dengan tampilan manusia-manusia yang tinggi menjangkau langit,
sekitar 3-4 meter, serta ditambahkan dengan bunyibunyian petasan yang dipasang
dalam bentuk sebuah senapan.
Dalam rangka
menumbuhkembangkan seni sisingaan khas kabupaten subang, sanggar seni
ninaproduction berupaya untuk melakukan regerasi melaui pembinaan tari
anak-anak usia 7 tahun sampai remaja, termasuk tari sisingaan. Nina production
beralamat di Jalan Patinggi no 78 Desa buni hayu Jalancagak Subang, sampai saat
ini Sanggar Nina Production telah di liput oleh trans 7 dalam acara wara wiri,
Daai TV dan sekarang tangggal 2 Mei 2010 akan diliput oleh ANTV dalam acara
anak pemberani.Pertunjukan
Pertunjukan Sisingaan pada
dasarnya dimulai dengan tetabuhan musik yang dinamis. Lalu diikuti oleh
permainan Sisingaan oleh penari pengusung sisingaan, lewat gerak antara lain:
Pasang/Kuda-kuda, Bangkaret, Masang/Ancang-ancang, Gugulingan, Sepakan dua,
Langkah mundur, Kael, Mincid, Ewag, Jeblag, Putar taktak, Gendong Singa,
Nanggeuy Singa, Angkat jungjung, Ngolecer,Lambang, Pasagi Tilu, Melak cau,
Nincak rancatan, dan Kakapalan. Sebagai seni Helaran, Sisingaan bergerak terus
mengelilingi kampung, desa, atau jalanan kota. Sampai akhirnya kembali ke
tempat semula. Di dalam perkembangannya, musik pengiring lebih dinamis, dan
melahirkan musik Genjring Bonyok dan juga Tardug.
Penyajian
Pola penyajian Sisingaan meliputi:
- Tatalu (tetabuhan, arang-arang bubuka) atau keringan
- Kidung atau kembang gadung
- Sajian Ibingan di antaranya solor, gondang, ewang (kangsreng), catrik, kosong-kosong dan lain-lain
- Atraksi atau demo, biasanya disebut atraksi kamonesan dalam pertunjukan Sisingaan yang awalnya terinspirasi oleh atraksi Adem Ayem (genjring akrobat) dan Liong (barongsay)
- Penutup dengan musik keringan.
Musik pengiring
Musik pengiring Sisingaan pada
awalnya cukup sederhana, antara lain: Kendang Indung (2 buah), Kulanter, Bonang
(ketuk), Tarompet, Goong, Kempul, Kecrek. Karena Helaran, memainkannya sambil
berdiri, digotong dan diikatkan ke tubuh. Dalam perkembangannya sekarang
memakai juru kawih dengan lagu-lagu (baik vokal maupun intrumental), antara
lain: Lagu Keringan, Lagu Kidung, Lagu Titipatipa, Lagu Gondang,Lagu Kasreng,
Lagu Selingan (Siyur, Tepang Sono, Awet rajet, Serat Salira, Madu dan Racun,
Pria Idaman, Goyang Dombret, Warudoyong dll), Lagu Gurudugan, Lagu Mapay Roko
atau Mars-an (sebagai lagu penutup). Lagu lagu dalam Sisingaan tersebut diambil
dari lagu-lagu kesenian Ketuk Tilu, Doger dan Kliningan.
Pemaknaan
Ada beberapa makna yang terkandung dalam seni
pertunjukan Sisingaan, diantaranya:
- Makna sosial, masyarakat Subang percaya bahwa jiwa kesenian rakyat sangat berperan dalam diri mereka, seperti egalitarian, spontanitas, dan rasa memiliki dari setiap jenis seni rakyat yang muncul.
- Makna teatrikal, dilihat dari penampilannya Sisingaan dewasa ini tak diragukan lagi sangat teatrikal, apalagi setelah ditmabhakn berbagai variasi, seperti jajangkungan dan lain-lain.
- Makna komersial, karena Sisingaan mampu meningkatkan kesejahteraan mereka, maka antusiasme munculnya sejumlah puluhan bahkan ratusan kelompok Sisingaan dari berbagai desa untuk ikut festival, menunjukan peluang ini, karena si pemenang akan mendapatkan peluang bisnis yang menggiurkan, sama halnya seperti seni bajidoran.
- Makna universal, dalam setiap etnik dan bangsa seringkali dipunyai pemujaan terhadap binatang Singa (terutama Eropa dan Afrika), meskipun di Jawa Barat tidak terdapat habitat binatang Singa, namun dengan konsep kerkayatan, dapat saja Singa muncul bukan dihabitatnya, dan diterima sebagai miliknya, terbukti pada Sisingaan.
- Makna Spiritual, dipercaya oleh masyarakat lingkungannya untuk keselamatan/ (salametan) atau syukuran.
0 komentar:
Posting Komentar